Tangan Ibuku
Ada sebuah kisah yg saya ambil dari sebuah majalah...cerita ini sangat menarik sebagai perenungan kita kepada kasih ibu selama ini. Kenapa saya pilih cerita ini karena ada satu point penting yang kurasa sama dengan yang kualami. Semoga bermanfaat bagi pengunjung blog saya yang sederhana ini.
Inilah kisahnya:
Beberapa tahun lalu, ketika ibu datang berkunjung, ia mengajak saya untuk berbelanja bersama karena dia membutuhkan sebuah gaun baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi belanja bersama orang lain. Dan saya bukanlah orang yang sabar. Tetapi walaupun demikian, kami berangkat juga ke pusat perbelanjaan.
Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita, dan ibu saya mencoba gaun demi gaun dan mengembalikan semuanya. Seiring hati berlalu, saya mulai lelah dan ibu mulai frustasi. Akhirnya pada toko terakhir yang kami kunjungi, ibu mencoba satu stel gaun biru yang cantik terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi lehernya dan karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu dalam ruang ganti pakaian. Saya melihat bagaimana beliau mencoba pakaian tersebut, dan mencoba untuk mengikat talinya dengan susah payah.
Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu beliau tidak dapat melakukannya. Seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang dalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata yang mengalir keluar tanpa saya sadari. Setelah tenang, saya kembali masuk ke kamar ganti dan mengikatkan tali gaun tersebut.
Pakaian itu begitu indah dan dia membelinya. Perjalanan belanja kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat terlupakan dari ingatan saya. Sepanjang sisa hari itu pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di ruang ganti, dan terbayang terus tangan ibu yang sedang berusaha mengikat tali blusnya.
Kedua tangan yang penuh kasih itu yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju, membelai, memeluk dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya. Sekarang tangan penuh kasih itu telah bergetar karena usia, dan kini tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling membekas dalam hati. Dan saya memberitahukan bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini. Saya bersyukur bahwa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan mata saya yang baru, betapa bernilai dan berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu. Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri.
Sumber: Zaim Saidi, Mengasah Hati
Inilah kisahnya:
Beberapa tahun lalu, ketika ibu datang berkunjung, ia mengajak saya untuk berbelanja bersama karena dia membutuhkan sebuah gaun baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi belanja bersama orang lain. Dan saya bukanlah orang yang sabar. Tetapi walaupun demikian, kami berangkat juga ke pusat perbelanjaan.
Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita, dan ibu saya mencoba gaun demi gaun dan mengembalikan semuanya. Seiring hati berlalu, saya mulai lelah dan ibu mulai frustasi. Akhirnya pada toko terakhir yang kami kunjungi, ibu mencoba satu stel gaun biru yang cantik terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi lehernya dan karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu dalam ruang ganti pakaian. Saya melihat bagaimana beliau mencoba pakaian tersebut, dan mencoba untuk mengikat talinya dengan susah payah.
Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu beliau tidak dapat melakukannya. Seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang dalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata yang mengalir keluar tanpa saya sadari. Setelah tenang, saya kembali masuk ke kamar ganti dan mengikatkan tali gaun tersebut.
Pakaian itu begitu indah dan dia membelinya. Perjalanan belanja kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat terlupakan dari ingatan saya. Sepanjang sisa hari itu pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di ruang ganti, dan terbayang terus tangan ibu yang sedang berusaha mengikat tali blusnya.
Kedua tangan yang penuh kasih itu yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju, membelai, memeluk dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya. Sekarang tangan penuh kasih itu telah bergetar karena usia, dan kini tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling membekas dalam hati. Dan saya memberitahukan bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini. Saya bersyukur bahwa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan mata saya yang baru, betapa bernilai dan berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu. Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri.
Sumber: Zaim Saidi, Mengasah Hati
Labels: Perenungan diri
0 Comments:
Post a Comment
<< Home